TunggalBerita.Com
JAMBI,JAMBI, – Dikatakan negara maju seharusnya tidak hanya diprioritaskan pada sektor pembangunan infrastuktur tetapi dituntut mampu mengikuti era maju dengan teknologi kekinian. Yulianto selaku pimpinan Lembaga (NGO) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) wilayah provinsi Jambi, sangat berharap dengan pemerintahan baru, rakyat miliki harapan baru baik keamanan, kesejahteraan dan kesehatan, serta kemudahan dalam mendapatkan hak pendidikan yang merata hingga kepelosok nusantara.
Dikatakan Yulianto sebuah negara bisa terbilang maju, apabila semua anak bangsa memiliki kemerdekaan dalam mendapatkan hak nya. Mulai dari mendapatkan hak pendidikan formal ataupun nonformal, karena masih banyak anak-anak dinegeri ini yang putus sekolah dengan berbagai alasan dan latar belakang kehidupannya.
“masih banyak para anak-anak remaja bahkan orang tua hingga saat ini masih ada yang tidak bisa baca dan tulis terutama dikampung kampung terpencil”, tukasnya.
Sementara pemerintah telah menganggarkan dana 20% dari APBN, belum lagi dana yang bersumberkan dari pemerintah Provinsi dan Kabupaten juga dana yang bersumberkan dari CSR (corporate sosial responsibility), dari perusahaan swasta maupun BUMN (badan usaha milik negara).
“Tetapi saya heran kenapa para penggiat dan praktisi pendidikan merasa kesulitan, menempuh birokrasi untuk mendapatkan izin mendirikan lembaga pendidikan, seperti PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat), yang semestinya tidak harus dibebani dengan berbagai masalah kepemilikan, akan tetapi yang harus dimiliki oleh seorang perintis pemberantasan buta aksara”, sahutnya.
Tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang mengatur, tentang pendirian Satuan Pendidikan Nonformal yaitu PKBM nomor 81 Tahun 2013. Selain Permendikbud Nomor 81 Tahun 2013, ada beberapa regulasi lain yang berkaitan dengan Pendidikan Kesetaraan yaitu. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Kemudian PP nomer 4 Tahun 2022 tentang perubahan atas PP nomor 57 Tahun 2021, tentang standar nasional pendidikan.
Dirinya menilai pemerintah dengan banyaknya membuat regulasi seperti di atas, mulai dari perundangan-undangan dan PP,
“ini malah mempersulit anak bangsa yang memiliki niat membantu pemerintah dalam memerangi buta aksara yang saat ini masih terjadi di negara kita. Semua bisa membaca bagaimana cara mendirikan sebuah PKBM, syarat mendirikan sekolah nonformal mulai dati paket A, B, dan C.
Adapun syarat yang harus ditempuh adalah, mulai dari surat permohonan bermaterai, surat kuasa bagi yang dikuasakan. Lalu akta pendirian lembaga atau yayasan, NPWP lembaga dan fotokopi KTP. Kemudian data tenaga pendidikan (tutor-red) juga peserta didik. Kurikulum pendidikan, peta lokasi fotokopi kepemilikan lahan dan fotokopi IMB (izin mendirikan bangunan), jelasnya.
Kemudian pada sekolah nonformal berupa paket A, B, dan C juga harus memenuhi persyaratan lain, miliki luas lahan minimal 100 m2 kurang lebih. Tersedianya ruang kepala sekolah, ruang pendidik, ruang perpustakaan, ruang ibadah, dan ruang toilet. Memiliki kurikulum pendidikan yang dilaksanakan lembaganya, peta lokasi atau denah ruangan untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga memiliki struktur lembaga, data tenaga pendidik (tutor) yang basic pendidikannya linear. Dan memiliki data warga belajar atau peserta didik, yang tentunya memiliki jadwal pembelajaran.
“dari sekian banyaknya syarat cara mendirikan sebuah PKBM, memungkinkan bisa dilakukan oleh masyarakat yang memiliki niat dan tujuan baik, namun tidak didukung kemampuan secara finansial sebagai penunjang berjalannya lembaga pendidikan itu. Sehingga rasanya terkesan sulit untuk mewujudkan niat baik dalam hal pemberantasan buta aksara dinegara ini”, ujarnya.
(Dien_007)