Mengkaji, menela’ah dan menafsirkan saat Bicara, ada rival pembicaraan, mengapa sampai diperbincangkan/jadi ocehan umum. Apabila di tinjau dari sisi profesi kewartawanan tentu merupakan pondasi utama, saat terserap informasi, cepat analisa adakah unsur rasional, universal dan historis.
Ada tiga tahapan komunikasi positif/negatif.
Pertama bagi orang yang pengetahuannya dangkal, sering membicarakan hal-hal peristiwa, tragedi, kasus beragam dilema.
Kedua bagi yang pengetahuan sedang, sering mendengar dan merenungkan hal-hal perbincangan.
Ketiga bagi yang pengetahuan dalam, hadapi dengan tenang sambil berpikir terlebih dahulu, kemudian baru bicara terhadap solusinya tentang pembicaraan topik terkini.
Era Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai kegiatan utama aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat. Cukup perlu waktu mengkaji agar tidak jadi multi tafsir dalam perbincangan.
Era digitalisasi keberadaan media mainstream/media massa online, sangat jauh berbeda dengan media sosial Yutube, Facebook, Tiktok dan sebagainya.
Perbedaan disini terdapat beberapa faktor contoh :
A. Media massa para pengelolanya didasari UU nomor 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik tahun 2006.
B. Sementara Yutube, Facebook, Tiktok, Instagram, blogspot pihak pengelolanya adalah Warga-net/Netizen didasari kemampuan ber-kreatifitasnya masing-masing.
Olehkarenanya agar jangan sampai mis-informasi dan dis-informasi maka Dewan Pers membuat seruan nomor 02/S-DP/XI/2023 mengarahkan pada insan Pers/Wartawan/ti di seluruh Indonesia. Agar kinerja tetap Profesional liputan dan Proporsional karya berita media online.
Tujuannya seruan tersebut adalah agar tidak tumpang-tindih garapan program sistem kerja antara insan Pers dengan aktivitas LSM.
Solusianya anda tinggal pilih diantara salah-satu profesi.
Jika memilih profesi Pers
maka tinggalkan Aktivitas LSM
Sebaliknya jika memilih Aktivitas LSM maka secepatnya tinggalkan profesi Pers.
Inti sarinya platporm Google satu lokomotif, satu rel juga satu gerbong, akan tetapi beragam muatan. ***