TUNGGAL BERITA.
Secara global buruh dalam kepungan Krisis, mengalami deindustrialisasi, sehingga pekerja yang bersifat informal menjadi lebih banyak.
Keadaan saat bekerja menjadi lebih longgar.
Industrialisasi mengakibatkan pasar kerja semakin fleksibel ini membuat kondisi perburuhan kita sangat tergantung kepada pasar bebas, sehingga berbagai aturan Pemerintah merupakan implementasi dari adaptasi terhadap pasar bebas itu sendiri.
Informalisasi pekerja itu sendiri membuat buruh di Indonesia semakin tidak memiliki nilai tawar terhadap berbagai kebijakan yang lahir dari Perusahaan.
Hal-hal begini perlunya gabung dengan serikat perburuhan, agar mencari kesetaraan sosial, guna mengajukan tuntutan-tuntutan dan intervensi terhadap kebijakan dan atau kasus-kasus ketenagakerjaan.
Dalam rancangan pembangunan industri nasional (RIPIN) yang dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian th 2015.
Pandemi covid-19 turut membuat banyak perubahan, terutama akibat pembatasan mobilitas pekerja di Indonesia, kondisi ini mengakibatkan 2,9 juta pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja.
Pemerintah kemudian hanya berikan insentif jangka pendek, seperti kartu prakerja, dan buruh dapat upah di bawah upah minimum/bantuan subsidi.
Kondisi seperti ini sudah disadari oleh Pemerintah sehingga tentang kluster ketenagakerjaan mengatur 4 tema PP 34 tentang tenaga kerja asing.
PP 35 tentang hubungan kerja.
PP 36 tentang pengupahan.
PP 37 tentang jaminan kehilangan pekerjaan.
Shifting Industri
Perkembangan teknologi sendiri membuat kondisi pekerja harus mengalami banyak transformasi, baik dibidang teknis, maupun kebijakan di bidang pekerjaan yang akhirnya paralel dengan teknologi digital, menjadikan buruh tidak punya nilai tawar. Hal ini disebabkan banyak pekerjaan yang dipegang tenaga orang, kemudian digantikan vakum digital (dikontrol teknologi digital).
Contoh, dulu media gunakan mesin cetak, agen koran, serta pengedar/pengecer koran kini bamblas.
Desakan terjadinya liberalisasi di sektor ketenagakerjaan merupakan akibat dari perubahan situasi ekonomi, dan politik, terutama di bidang teknologi digital. Derasnya harus perubahan teknologi digital, sudah tentu merubah wajah industri secara global terutama di Indonesia. Saat ini industri digital masih tahap terbatas jangkauan jasanya.
Pertanyaan sederhananya. Mungkinkah tenaga manusia “kurang cerdas, bingung, malas, akan digantikan oleh robotik”.
(rangkuman red)