TUNGGAL BERITA
DKI, Jakarta- Ketua Umum PDIPerjuang, Megawati Soekarnoputri mengeritik tentang pembahasaan sejumlah RUU di DPR yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Kritik itu disampaikan Megawati di hadapan Putri bungsunya yang saat ini masih menjabat sebagai ketua DPR sekaligus menjabat Ketua DPP PDIP yaitu Puan Maharani ketika pada acara pembukaan Rakernas V PDIPerjuangan, Jumat(24/5/2024) kemarin.
Orang nomor satu di PDIPerjuangan itu, beliau mengeritik yang paling utama adalah tentang pembahasan RUU Mahkamah Konstitusi(MK) yang digelar di masa reses anggota dewan, saat ketika Puan Maharani tengah kunjungan di luar Negeri.
Selain RUU MK, Megawati juga menyinggung polemik RUU Penyiaran yang memuat klausul usulan larangan produk investigasi media. Dia heran produk jurnalistik investigasi mau dilarang padahal telah diatur Dewan Pers loh.!!
DPR saat ini tengah merevisi sejumlah UU jelang periode pemerintahan berakhir pada Oktober 2024. Beberapa RUU yang dalam proses pembahasan yaitu RUU MK, RUU Penyiaran dan RUU Polri.
Namun, sejumlah pembahasan RUU tersebut, diduga menuai kritik karena terkesan terburu-buru dan tidak transparan.
Ketika dihubungi, Puan Maharani mengatakan, ketidakhadirannya saat pengesahan tingkat satu RUU MK karena tengah dalam tugas lain sebagai Ketua DPR. Namun, dia mengatakan pembahasan RUU MK itu semua dilakukan atas sepengetahuan dirinya.
“Jadi memang semua hal yang terjadi di DPR tentu saja sudah sepengetahuan saya untuk bisa dilakukan di DPR,” kata Puan di sela-sela Rakernas PDIP di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (25/5/2024) kemarin,” ujarnya, seperti dilansir CNN.
Dia memastikan setiap pembahasan RUU juga telah dikoordinasikan antara fraksi fraksi partai di DPR. Puan menyatakan dirinya terus mengawasi hal tersebut.
Jadi itu, kata Puan, sebagai salah satu tugas untuk saling mengawal, saling mengkoordinasikan dan dibicarakan bersama di DPR, kata anak Megawati paling bungsu.
Ditempat terpisah, Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah ‘Castro’ menilai tindakan DPR yang tergesa-gesa membahas sejumlah RUU merupakan bentuk dari autocratic legalism, yakni penggunaan instrumen hukum untuk kepentingan kekuasaan, bahkan dengan melabrak prinsip-prinsip demokrasi.
Castro mengingatkan situasi saat ini sudah terjadi sejak Revisi UU KPK, Minerba, MK, hingga Omnibus Law Cipta Kerja.
“Jadi, UU dibuat hanya untuk kepentingan kekuasaan, tidak lagi mengabdi untuk kepentingan publik,” kata Castro melalui pesan tertulis.
(CNN/Yusri)






